Posted by Kumpulan Puisi - Kata Mutiara dan Kisah on 9 Desember 2012
KumpulanPuisi - siapa sangka hujan mendera lamun. rindu yang bertingkah mericik
cemas di samping suami yang lelap; wajahmu berat.
mungkin mau kami selalu lebat menghujam hutanhutanmu. tapi maafkan aku,
hujannya makin deras. beribu butirannya pecah dalam tubuhku meluruh reranting mati yang biasa kusimpan di rahimku dan pada
rambutku yang basah menjalur sungai mengaliri debu ke hilir kaki.
hujan menghanyutkannya ke selokanselokan.
pembicaraan ini belum bisa kuputus. udara memagutku begitu
nyaman dan bersetia menjagaku dari pancaroba yang nyeri. Tapi
adakah kau serupa aku dalam dusta? sebab hujan juga mengguyur
perempuan di jalan yang biasa kau lalui. tidakkah hendak menjeratmu dan memilih dusta saat itu? kurasa tidak. sebab kau terlalu bodoh
untuk itu. kau terlalu mematri aku di denyutmu. dan aku tak perlu
memilih sebentuk kepercayaan yang rumit. aku bebaskan kau ke
mana pun. pulang kau padaku jua, suamiku.
siapa sangka hujan mengecupku malam ini yang datang dari gelap
langit dan melintasi kaldera yang kubentuk dari semangatku. Begitu
lama kutunggu bibir hujan di bibir risauku. bangku yang asing kami
nikmati dalam gigil.
mari menari, bisik hujan. telingaku menghangat dan aku menari
sebisanya mengikuti detak hujan di kakikakiku.
tik tik tik…. Lembut menjadi gaib melepas cemas. tik tik tik…. Pukau melorong lentur di tingkah gamang. sehelai kelopakku luruh.
tiktiktiktiktiktiktik…. hujan mendera merah bibirku menyusup sampai ke jantung menyirami biji rindu yang telah pecah sebab detak bukan kuasaku lagi. sehelai kelopakku luruh.
tiktiktiktiktiktiktik…. lenggokku mengimbangi lenggok hujan mamanasi udara yang hinggap di setiap lekuk tubuh lantas meniupniup pengetahuan yang lama tertimbun. sehelai kelopakku luruh.
tiktiktiktiktiktiktik…. oh, desahku mengalir cepat di selasela gigi
menjadi kabut putih di udara. aku melayang bersama hujan. Ricik
purba menguyurguyur rindu. serupa kupukupu kakikaki kami hinggap di pucukpucuk bunga kertas yang masih setia pada tangkai.
tiktiktiktiktiktiktik…. hujan menyusupiku ke rimbun bonsai yang rumit. sekecup lembut menyingkap kelapangan tubuh membenturbentur ringan di batangbatang.
tiktiktiktiktiktiktik…. hujan merendah ke rumput basah dan kami
berputarputar dalam lingkar kaldera sampai ke pagar batas kemengertianku. helaihelai kelopakku luruh.
oh, inilah angin. kau mengenalkanku akan angin. sstt…, hujan
mendiamkanku lantas mengecupkan hurufhuruf yang hilang dari
katakataku ke bibir yang semakin gersang. gairahku menarik hujan
semakin rapat. detak pecah di kakiku membuncah. kutelusuri jejak tarian kami tadi. siapa sangka inang bersemayam dalam tubuhku dan hujan mengiringi
setiap gerak. putaranku makin cepat ke puncak lantas pelan di lentik jemari lantas diam lantas meloncat ke bunga kertas lantas menusup
ke rimbun bonsai yang rumit lantas berembus merendah ke rumput basah lantas berputar lebih cepat sampai ke pagar batas
kemengertianku lantas hujan mengguyur buas tak ada ciuman
putaranku makin cepat membuncah gairah kupeluk hujan aku dalam hujan di manamana tak mampu terjepit di selangkangku putar makin
kencang makin buas oh suamiku bangunlah dan bunuhlah hujanku
putaranku makin cepat ke pucukpucuk bunga kertas merendah ke
rumput basah membentur pagar bonsai yang rumit batas
kemengertianku membentur bunga kertas merontok daun jatuh ke
rumput basah oh suamiku bangunlah dan bunuh hujanku!
bangunlah, suamiku! bunuhlah hujan untukku! aku ingin berhenti dari lelah ini karena tamanku telah porakporanda….
PADANG 062011