Bagaimanakah puisi akan ku tulis
Sedangkan tatap matamu lebih sedih dari puisi
Adakah sunyi itu sepi
Dan sepi itu sunyi
Ketika hasrat terbelenggu oleh ketidakberdayaan sebuah hati
Ketika hati tak mampu lagi berbisik ke dalam nurani
Tuhan. . .
Bebaskanlah aku kedalam sebuah alam
Tempat dimana terdapat angin berhembus membelai dedaunan
Tempat dimana bintang-bintang bertaburan menghiasi malam
Berbisiklah kepadaku Tuhan
Tentang dongeng-dongeng kebahagiaan tak tertuliskan
Tentang mimpi-mimpi indah dan harapan
Hingga tiada lagi belenggu yang memenjarakan hati
Hingga tiada lagi sakit dan duka yang selalu menyiksa
Berjalanlah….
Dalam pelupuk desah
Yang merayap ditepi dinding hati yang merajai sepi
Berjalanlah….
Demi sepenggal waktu
Dan sedetik kisah
Tertuang dalam denting yang berdetak
Dan rintihan yang terukir
dalam detik yang menanti
Kurajai sepi yang menepi
Ditepi balutan belulang kisah kasihku
Aku tak pernah terasingkan
Walaupun terasing telah mengasingkanku
Aku tak pernah terpuruk
walaupun keterpurukan telah memurukku
Aku hanya memandang
Tanpa keinginan untuk melihat
Kosong memang….
Tapi aku telah menemukan sesuatuku
Kecil memang….
Tapi dia yang menuntunku menemukan keindahan
Aku tak peduli
Bila mana tak ada yang mengerti
Biar saja aku mati oleh sepi
Sendiri menikmati indahnya mimpi
Sendiri merasakan luka hati
Mengenang cinta yang telah pergi
Perempuan terpilihku
Tak pernah betah di hatiku Kenapa…?
Mungkin….
Terlalu banyak pilihan
Atau mungkin…
Aku tak boleh memilih
Agar aku dapatkan perempuan terpilih…
Apakah selamanya aku takkan pernah dapat tuliskan kata bahagia
Karena kebahagiaan itu selalu menjauh
Haruskah setiap kata yang meluncur adalah kepedihan
Haruskah setiap kata adalah air mata yang mengering
Atau peluh yag terus bercucuran bersama gelap dan sepi
Apakah selamanya aku takkan dapat ucapkan kata bahagia
Entahlah…?