Kumpulan Puisi
Di suatu desa, yang tak terletak terlalu jauh dari perkotaan, hiduplah seorang janda dengan seorang anak perempuan yang berumur 6 tahun.
Janda ini ditinggal suaminya yang sudah meninggal dalam suatu kecelakaan bersama. Pada saat itu, si janda lebih beruntung, karena tidak hingga meninggal, tapi meninggalkan cacat di wajahnya, yakni matanya buta sebelah. Sejak ditinggal suaminya, kehidupan si janda menjadi sulit sekali.
Sehari-harinya beliau mencari nafkah dengan menjadi pencuci baju dari rumah untuk menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anaknya yang cuma satu-satunya.
Tiap pagi setelah ia mengantar anak perempuannya ke sekolah, ia pun pergi ke rumah-rumah untuk mencuci baju. Setelah jam pulang sekolah anaknya, tak lupa si janda pergi menjemput anaknya dan mengantarkannya pulang dengan selamat, Inilah kehidupan sehari-hari yang dijalani si janda bersama anaknya.
Setelah beberapa tahun berlalu, si janda pun menjadi semakin tua dan anak perempuannya pun bertumbuh menjadi seorang gadis.
Seperti biasanya, si janda tetap mengantar dan menjemputnya dari sekolah. Anak gadis ini makin sadar dan merasa malu tentang kondisi ibunya yang berbeda dengan orang tua teman-temannya. Ia tidak pernah bercerita tentang keluarganya kepada teman-temannya.
Suatu hari anak gadis ini mendatangi ibunya dan mengatakan :
"Bu, saya ini sudah besar. Tidak perlu diantar-jemput setiap hari. Saya sudah hafal jalan dari rumah ke sekolah. Jalan ini sudah saya lalui bertahun-tahun.
" Lalu si janda menjawab: "Anakku, bukannya Ibu tidak tahu bahwa kamu sudah hafal benar dengan jalan yang kamu lalui bertahun-tahun. Tapi Ibu khawatir kalau kamu itu lengah di jalan. Ibu khawatir kalau kamu menghadapi penjahat di jalanan.
" Lantas anak gadis inipun membantah: "Pokoknya saya tidak mau di antar lagi!". Lalu si anak gadis ini pun berangkat ke sekolah sendiri. Tapi ibu ini tidak sampai hati dan tetap pergi menjemputnya saat pulang sekolah. Ia melihat anak gadisnya berjalan bersama teman-temannya dan lalu menyapanya. Teman-temannya menanyakan kepadanya siapa ibu itu.
Karena merasa malu terhadap kondisi si janda, lalu anak gadis ini menjawab bahwa ibu itu adalah pembantunya. Si janda ini lalu mengerti tentang kemauan anaknya dan merasa sedih sekali menghadapi kenyataan ini. hari-hari berikutnya anak gadis ini pergi dan pulang sendiri tanpa di jemput oleh si janda lagi. Suatu hari, saat pulang sekolah, si gadis inipun berjalan bersama teman-temannya sambil bermain-main di jalanan.
Karena dia lengah, iapun dihadang oleh mobil pada saat menyeberang jalan dan si gadis ini terbentur kepalanya di tembok kawat duri di dekat jalanan itu.
Si gadis ini harus menginap di rumah sakit dan bola mata sebelah kanannya pecah karena tertusuk kawat duri saat kecelakaan. Untuk mengobati matanya yang cacat itu, rumah sakit harus mencari donor mata untuk menganti bola matanya yang pecah.
Akhirnya ada satu orang yang mau mendonorkan mata kepadanya. Setelah menjalani operasi, si dokter bertanya kepada anak gadis ini: "Saat perban ini dibuka, siapa pertama kali yang akan kamu lihat?" Lalu si gadis ini menjawab: "Saya ingin melihat orang yang telah mendonorkan matanya kepada saya. Saya ingin berterima kasih sekali kepadanya.
" Lalu perban matanya dibuka dan dokter mengatakan kepadanya: " Orang itu sedang duduk di pojok ruangan." Lalu anak gadis ini melihat seorang Ibu tua dengan kedua belah matanya yang buta. Ibu itu tidak lain adalah ibunya sendiri. Seketika itu ia sangat menyesali perbuatan yang dilakukannya terhadap ibunya sendiri. Bagaimanapun dia menghina ibunya, ibunya masih tetap mengasihinya.
Begitulah kasih Ibu yang begitu besar kepada kita semua. Kasih Ibu tiada pamrih, Kasih Ibu tiada penuntutan, Kasih Ibu abadi.