Puisi Cinta 1
Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga
Mereka berkata tentang helang dan hering
Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai - di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu
Oh Cinta, yang tangan lembutnya mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahagaakan maruah dan kebanggaan,
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda
diriku yang lemah iniBiarkan rasa lapar menggigitku,Biarkan rasa haus
membakarku,Biarkan aku mati dan binasa,Sebelum kuangkat tangankuUntuk
cangkir yang tidak kau isi,Dan mangkuk yang tidak kau berkati (Kahlil Gibran)
Puisi Cinta 2
Kemarin
aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan bertanya
kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian
cinta.
Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap. Sambil mengeluh dia berkata, "Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah", aku mewarisinya dari Manusia Pertama.
Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri.
Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, "Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang menghubungkan masa sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang".
Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah,
dia berkata, 'Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun dan mati untuk selamanya".
Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, "Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat, membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian di depan matahari di siang hari".
Setelah itu seorang lelaki menghampiri.
Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, "Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda".
Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata, 'Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya'.
Seorang bermata buta menghampiri,
sambil
mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia kemudian berkata sambil
menangis, 'Cinta adalah kabus tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu
darinya atau yang membuatnya hanya melihat hantu dari nafsunya yang
berkelana di antara batu karang, tuli terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah'.
Seorang pemuda,
dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi, 'Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau. Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan kesedaran'.
Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar dia berkata, "Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian
bagi jiwa dalam kedalaman keabadian".
Seorang anak kecil berumur lima
tahun menghampiri dan sambil tertawa dia berkata, "Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang mengerti tentang cinta".
Waktu terus berjalan.
Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat.
Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta.
Semua menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya