Posted by Kumpulan Puisi - Kata Mutiara dan Kisah on 6 Desember 2012
KumpulanPuisi - Tepat hari ini aku kerap menemui dia di tempat ini, dengan sejuta alasan yang melekat dibenak hal apapun tak terpikirkan ketika aku telah berada di hadapannya. Menatapnya dengan lekat sembari tersenyum lembut. Tepat di hari ini semua bebanku terasa sirna tatkala ku merebahkan kepalaku di pundaknya, memegang tangannya yang sarat akan kasih sayang. Tepat di hari ini pun semua terasa menyenangkan saat dia bisikkan “Aku cinta kamu selamanya” tepat di telingaku.Dan tepat di hari ini juga ku nikmati kebersamaan yang amat dalam ketika aku dan dia berhayal tentang masa depan, menatap awan-awan sembari memberinya makna, membuat iri seisi tempat itu seakan kami berteriak dan ungkapkan : “Heyy… lihat kami, ini lho pasangan terkompak tahun ini…!” Semua terasa indah saat itu, tatkala aku dan dia bergelut dalam kebersamaan.
Dan tepat di hari ini, aku sendiri. Tak ada lagi tempat untuk kusandarkan kepalaku, tak ada tangan sarat kasih sayang yang bisa kupegang saat ini, tak ada bisikan-bisikan cinta yang bisa kudengar lagi, dan tak ada pula orang-orang yang iri ketika melihatku. Seisi tempat itu kurasa telah mencampakkan aku saat ini, mengacuhkanku, dan seakan menyiratkan beberapa kata : “Siapa orang ini? hanya duduk seorang diri dengan tatapan kosong. Seharusnya kau tak datang ke sini!” Ketika itulah aku sadar bahwa memang benar.. aku hanya sendiri, dia tak datang ke tempat itu lagi.
****
Seperti biasa, dia selalu mengirimi aku sebuah pesan singkat yang kemudian aku balas dengan perasaan berbunga. Walaupun ia tak seromantis yang aku kira, tetapi ia mampu menumbuhkan rasa cinta yang amat besar di hatiku, ketika berkali-kali ia ungkapkan kata cinta dan sayang. Rasanya seperti melayang… terbang ke langit terang.. Menggapai bintang-bintang dan seakan tak terbayang. Berkali-kali ia ucapkan janji bahwa dia tak akan pernah meninggalkanku, takkan pernah buatku menangis dan menjadikanku yang terakhir dihatinya. Akupun turut menyambutnya dengan janji yang sama. Tak sedikitpun aku merasakan sangsi dalam mengucapkan janjiku, karena aku sungguh yakin dengan apa yang kuucap.
Tatkala itu, saat kutemuinya di tempat langganan yang biasa kami datangi untuk melepas segenap kerinduan yang membendung. Makhlum saja, kami berlainan sekolah, oleh karena itu kami hanya dapat bertemu di akhir pekan saja : Hari Minggu. Bergurau, bermanja-manjaan. Hal itulah yang biasa kami lakukan ketika bertemu. Ditengah canda tawa itu ia kembali meyakinkanku atas janjinya, sampai akhirnya ia memberi jari kelingkingnya untuk dikaitkannya di jari kelingkingku. Spontan saja aku terima, dan ia pun berucap, “Aku berjanji akan selalu mencintaimu sampai kapanpun juga, kaulah yang terakhir, kita tak akan terpisahkan oleh apapun juga, percayalah!” Mendengar itu, aku tersenyum tipis sembari mengangguk. Kalkulator cintaku telah menunjukkan angka 100% terhadap kesaksiannya.
Tak seperti biasanya, ia tak menghubungiku lagi. Makin jarang, dan seiring hal itu sifatnya pun menjadi sedikit berubah. Entah..
Aku tanya, mengapa dia seperti itu. Perasaan aku tak pernah telat membalas pesan singkatnya, sesibuk apapun aku tetap ingat menanyakan keadaannya, dan aku merasa tak pernah mengacuhkannya. Namun, mengapa dia seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia menjawab pertanyaanku, dan saat itu juga aku berpikir : Aku menyesaal menanyakan hal ini. Kau tahu apa yang dia katakana kepadaku? Dia bilang kalau….. Ah,,sungguh jawaban yang tak dapat kuterima dalam keadaan apapun. Jawaban yang merenggut senyumku seketika. “Aku belum bisa melupakan Dia. Sedikitpu.” Beberapa patah kata itulah yang ku terima sebagai imbalan dari pertanyaanku. Ya… “Dia” mantannya pacarku. Aku tak tahu apa salahku sehingga aku berada di posisi ini sekarang. Antara galau, sedih, tak yakin dan tak terima… Semua terasa manyakitkan saat sifatnya makin memburuk terhadapku. Semakin parah, sampai aku tak bisa membedakan Ini kekasih atau musuhku.
Kini dia menggantung hubungan kami. Berkali kutanyakan, “Maumu apa???”. Lalu dia hanya menjawab, “Terserah padamu saja!”. Sungguh sadis bukan? Cukup membuat aku tercengang untuk beberapa saat. Heyy… Kemana janjimu yang dulu? Pergi kemana dia? Kemana dirimu yang selalu berbisik, “Aku sayang kamu..”. Kemana harapan-harapan indah yang kau tuangkan ke dalam hatiku. Kini aku rasa semua telah jauh meninggalkanku. Tapi dia diam. Tak sedikitpun menampik rasa kecewaku ini.
Semua tak seperti yang kuharapkan. Aku kira semua akan indah seperti pelangi, penuh warna dan penuh keceriaan. Namun aku baru sadar, indahnya pelangi tak sejalan dengan berapa lama ia akan bertahan tampak seperti itu. Aku mulai tahu, pelangi hanya muncul sesaat dan menghilang untuk waktu yang lama.. lama selama ia mengkehendakinya. Aku pikir seperti inilah cintanya terhadapku. Kasih sesaat dan janji yang semu. Aku mulai sakit hati…. Di sisi lain aku juga masih menyimpan rasa itu, rasa yang tak mungkin aku hilangkan dalam sekejap kedipan mata.
****
Aku masih tak beranjak dari tempat dudukku. Aku termenung. Handphoneku aku genggam di tangan kananku dengan posisi menengadah. Ku pandangi sosok yang berada dalam wallpaper handphoneku, wajahnya berseri-seri seperti menatap ke arahku dengan lekat. Aku tersenyum tipis. Ingin rasanya aku banting handphone itu, dalam senyumnya aku melihat suatu kebohongan yang amat besar. Terlalu keras ia tancapkan belati itu di tengah-tengah jantungku. Sakit sekali.
Butiran-butiran bening mulai menitik di pipiku. Mengalir dan terus mengalir. Tak kuasa ku usap, hanya ku biarkan. Ku anggap ini bentuk duka cita dari mataku untuk hatiku. Aku tak berhenti menangis, aku ingin dia yang mengusap air mataku ini seperti apa yang selalu ia katakana dulu. Tapi apa daya, dia tak datang. Aku tak akan pernah melupakan semua kepahitan ini, sampai kapanpun aku akan tetap ingat apa itu janji, apa itu hutang, apa itu kesetiaan. Dan di sinilah aku akan menunggu janji itu dengan setia. Di sini, di tempat ini. Saat ini, di hari ini : Hari Minggu.